Senin, 11 Juni 2012

HUKUM ADAT DAN MANUSIA

Manusia menetapkan suatu peraturan yang berlaku dan dihormati oleh kelompok penggunanya. Semakin lama berkembang dalam kelompok yang lebih luas dan memberlakukan peraturan-peraturan dan segala sangsinya yang akhirnya disepakati bersama oleh kelompok yang lebih besar, kesepakatan dalam kelompok tersebut dapat dikatakan sebagai hukum adat.

Adat dibuat untuk manusia, bukan manusia untuk adat. Adat diberlakukan untuk kesejahteraan kelompoknya agar terjadi kesesuaian dan keteraturan dalam kelompok pengguna. Manusia yang berkerabat dengan kelompok pengguna tadi wajib menghormati dan menyepakati serta melaksanakan peraturan-peraturan tersebut selama ia masih terikat dalam hukum kekerabatan.

Suatu daerah yang memelihara hukum kekerabatan dengan tetap menjaga dan menghormatinya dapat menjadikan daerah tersebut terpelihara dengan baik sebab kecenderungan hukum-hukum adat berlaku dan dibuat bukan saja halnya untuk sesama manusia, namun juga untuk alam.

Hukum adat tidak pernah mempunyai maksud untuk melebihi Tuhan. Bahkan persetujuan-persetujuan yang dibuat agar manusia lebih mencapai 'tuhannya' dengan memberlakukan cara hidup saling menghormati dan saling mengasihi.

Namun bagaimana apabila adat sudah lebih diutamakan dari pada manusia itu sendiri? Manusia adalah milik Tuhan secara mutlak dan bukan milik adat, merupakan suatu pribadi yang jauh lebih bernilai dan berharga dari pada adat. Harga seorang manusia tidak ditentukan oleh adat, namun ditentukan oleh Tuhan yang mengijinkan adat berlaku dalam kehidupan manusia. Melalui adat manusia dapat menjadi berkat dan terang bagi manusia lain menurut peraturan adat yang berlaku. Namun apabila manusia tersebut keluar dari hukum adat yang secara lingkungan tidak lagi mendukung kehidupannya tidak membuat manusia tersebut keluar dari kasih Tuhan Pencipta atas dirinya.

Manusia yang berharga di mata TUHAN tidak boleh menindas manusia lain oleh karena peraturan dan hukum adat yang dibuat oleh manusia. Kehidupan kasih harus terus berlangsung dan berputar di antara manusia, namun saling menghormati harus terus berlangsung dan berlaku selama manusia itu hidup dalam kehidupan kekerabatan, karena peraturan adat dibuat dan diberlakukan oleh dan untuk kasih di antara kelompok pengguna.

Banyak sekali contoh di tengah masyarakat yang memegang teguh adat menjadi tercerai oleh karena cara pandang sebagian pengguna memperlakukan hukum adat yang kemungkinan tidak sesuai lagi dengan cara pandang dan perlakuan mula-mula. Hukum adat sebaiknya tidak menjadi peraturan baku yang tidak bisa diubah. Hukum adat harusnya mempunyai progres yang dapat disesuaikan menurut jamannya selaras dengan apa yang dapat disetujui dan disepakati bersama selam peraturan itu tidak menyimpang dari norma-norma yang berlaku dan dapat diterima oleh kelompok pengguna. Bagaimana menurut Anda...

PERUBAHAN POLA PIKIR


Sebuah kalimat tua dari buku tua berbunyi, " berubahlah cara berpikirmu" membuat saya melihat ke dalam, bagaimana cara berpikir saya selama ini. Kalimat tersebut diikuti dengan kalimat lain yang berbunyi, "ketika aku masih kanak-kanak aku berbicara dengan bahasa kanak-kanak, ketika aku dewasa aku berbicara secara dewasa".  Saya merenungkan kanak-kanak berbatas usia hingga lima tahun yang disebut Balita.  Kecenderungan berbicara tanpa tema, tiada ujung pangkal dan memaksa.  Begitulah kanak-kanak dalam pembentukan ego mereka.  Lalu meningkat kanak-kanak dewasa menuju remaja di mana cara berpikir mulai berubah, mulai dapat menentukan sikap dan kemauan serta sudah mulai dapat diajak bekerja sama.  Meningkat lagi dari remaja menuju dewasa muda suatu keadaan yang tidak ingin lagi disebut kanak-kanak sebab sudah menjalani waktu hidup dan sistem pembelajaran yang lebih panjang, banyak mengetahui segala sesuatu dan mampu menetapkan pilihan-pilihan secara nyata.

Namun ternyata tidak semudah itu, perubahan pola pikir dan sikap bukan hanya ditandai dengan mampunya seseorang menentukan sikap dan ego, namun harus mengalami perubahan paradigma, pandangan hidup yang lebih jauh, terbuka dan mendalam.  Perubahan pola pikir mengacu kepada perubahan bathin, perubahan sifat dan tingkah laku, perubahan iman terhadap suatu kepercayaan yang mampu menjelaskan dan menerangkan dalam kehidupan sehari-hari dalam perbuatan maupun tutur kata sebagai prinsip hidup.

Kepercayaan dan budaya mampu mengolah pola pikir manusia sebab pengajaran-pengajaran dari kepercayaan dan budaya tersebut mampu menyentuh bathin seseorang untuk dapat berperilaku 'manusia ilahi'.  Antropologi mengajarkan banyak sekali pemikiran dan pemahaman antara hubungan manusia.  Secara teoritis hubungan tersebut adalah hubungan yang sangat sempurna yang dapat dilakukan oleh manusia untuk memahami manusia lainnya dan memperlakukan alam semesta sebagai mahluk ciptaan Yang Maha Kuasa.

Apa gunanya manusia mengalami perubahan pola pikir secara dewasa?  Banyak buku yang tersedia ditulis oleh profesional tentang perubahan pola pikir, perubahan sikap dan perilaku.  Maka tersingkaplah secara sadar ataupun tidak bahwa perubahan pola pikir meningkatkan kualitas hidup seseorang terhadap pendidikan, pekerjaan, kehidupan berumah tangga, perpolitikan, kepercayaan, dan lain-lain.  Tindakan tidak lagi dilakukan seperti 'yang selama ini dilakukan' namun kesadaran untuk mengolah pikiran, perkataan, sebelum melakukan tindakan dan pemahaman-pemahaman tertentu untuk memenangkan orang lain dalam arti kata positif dan untuk meningkatkan kesehatan manusia itu sendiri menjadi puncak dan tujuan dari perubahan pola pikir agar kehidupan di dunia menjadi lebih baik.

Masyarakat Indonesia secara umum dan para pejabat pemerintahan secara khusus mungkin sudah membaca banyak buku tentang pola pikir yang mendasari management pribadi untuk diterapkan pada hubungan antar manusia namun tidak mengambil sikap untuk berubah.  Tanpa adanya sikap yang nyata dan kesadaran untuk bertekun mengolah pola pikir maka manusia itu sendiri tidak akan dapat mengalami perubahan cara pandang.  Terbukti dari maraknya kejadian-kejadian di seputar kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia ini, tidak pernah lepas dari berita-berita utama yang cenderung kepada pola pikir dan perilaku, yang sayangnya dilaksanakan oleh kaum intelektual.  Ternyata seminar-seminar yang diadakan juga hanya menambah sertifikat pengalaman kerja tanpa ada usaha peningkatan diri sendiri secara nyata.

Keruwetan benang kusut yang terjadi di kalangan atas telah menjadi virus hingga ke pelosok-pelosok negeri, dengan perkataan, "mereka saja begitu, kenapa kita tidak?", sayangnya ini semua dilakukan oleh ORANG DEWASA.

TOLERANSI YANG CEMBURU

Bhineka Tunggal Ika melambangkan keberagaman dari kemajemukan suku dan budaya di Indonesia. Namun bukan hanya budaya tetapi juga beragam agama, mulai dari Hindu, Budha, Islam, Konghucu, dan Kristen, mungkin di tambah dengan kepercayaan-kepercayaan lain. Semua ini mengacu kepada pemikiran tentang berbagai cara manusia untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya dan dogma yang diajarkan. Para bapa Indonesia dulu mengolah dengan sangat tepat untuk memikirkan hal ini agar meskipun terdapat perbedaan namun Indonesia adalah satu di dalam satu wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dengan semangat kebersamaan seluruh rakyat berlomba membangun daerahnya dan membangun manusianya. Mendapatkan pendidikan yang tinggi hingga ke luar negeri untuk mampu bersaing terhadap negara-negara luar Indonesia. Terbukti bahwa masyarakat Indonesia ternyata adalah orang-orang yang cerdas dan tangguh dan semakin diakui oleh negara-negara lain.

Manusia Indonesia semakin mengerti dan semakin belajar berupaya untuk memahami doktrin dan dogmatika untuk lebih baik dan lebih tepat. Manusia Indonesia semakin exclusive dalam memperimbangkan sesuatu yang sangat mencolok, yaitu : agama.

Masyarakat Indonesia kini mulai memilah-milah kelompok minoritas dan mayoritas yang dulu oleh bapa-bapa Indonesia tidak pernah mengagendakan demikian. Semakin masyarakat Indonesia pintar menelaah sesuatu semakin memperuncing golongan sehingga pandangan terhadap Bhineka Tunggal Ika semakin kabur.

Semakin dibingungkan oleh adanya kalimat golongan minoritas dan golongan mayoritas, siapa yang minoritas siapa yang mayoritas? Sepertinya kepintaran semakin membodohkan yang akhirnya menjadi pintar-pintar bodoh. Bagaimana ini bisa terjadi di negeri ragam budaya dan masyarakat timur yang berakhlak tinggi?

Namun aneh sekali, kaum yang disebut minoritas tadi mempunyai suatu kegigihan, ketabahan dan kesabaran yang luar biasa. Pengajaran yang mereka anut adalah bahwa gedung ibadah adalah sekedar gedung yang tidak dapat membasmi arti dari sebenarnya yang adalah tubuhnya, dirinya sendiri sebagai manusia yang hidup yang tidak dapat dirubuhkan oleh manusia lainnya. Sikap mengampuni dan berdiam diri masih menyelimuti masyarakat minoritas karena dogma mereka yang kuat berlandaskan kasih.

Alangkah naifnya kita, apabila sekerat usia jagung ini dihabiskan untuk sesuatu yang tidak berguna dan sama sekali tidak bermanfaat. Berapakah usia manusia, 70-80 tahun? Seandainya usia 70-8- tahun menjadi patokan manusia, berapa tahun lagi sisa dari usia Anda? Banyak hal membangun yang dapat kita lakukan di bumi pertiwi ini dengan tidak merusaknya atau menambah tangisan anak bangsa. Pembangunan belum selesai, perjuangan masih terus berlanjut. Bhineka Tunggal Ika seharusnya membuat Bumi Indonesia semakin indah dan bersatu. Budaya yang satu membantu budaya yang lain, suku yang satu membantu suku yang lain, begitu pula agama yang satu membantu agama yang lain, paling tidak turut memelihara toleransi umat.

Seharusnya kata 'toleransi' diartikan sebagai 'turut serta, bersama, berdampingan' sehingga dengan demikian terjadi keselarasan, kedamaian dan kebanggaan, terjalinnya persahabatan yang lebih indah dan saling menghargai. Toleransi tidak pernah cemburu, namun kata toleransi di Indonesia telah menjadi salah kaprah dan salah asuh. Yang demikian sebaiknya tidak perlu terjadi.

BESI MENGASAH BESI

Nasehat orang tua yang lazim didengar adalah, "jauhilah pertengkaran!", namun setuju atau tidak setuju pertengkaran adalah baik buat manusia, bukan hanya mendewasakan namun juga terhadap kesehatan.

Pertengkaran diperlukan oleh manusia untuk menyaring informasi yang masuk ke dalam pikiran dan memperteguh jiwa. Pertengkaran dalam arti positif membangun suatu kemampuan dalam diri manusia dalam menghadapi serangan ataupun perlawanan yang terjadi di masa mendatang. Pertengkaran menjadikan manusia semakin memahami dan saling mengasihi. Pertengkaran harus terjadi dalam kehidupan manusia, bukan untuk dihindari.

Sebaiknya kita tidak berdoa kepada Tuhan untuk menjauhkan kita dari pertengkaran, namun kita dapat berdoa pada Tuhan agar kita diberi kemampuan ketika menghadapi perselisihan atau pertengkaran. Pertengkaran dapat diibaratkan garam yang cukup untuk membuat makanan terasa lebih lezat.

Namun bukan berarti manusia hidup untuk bertengkar. Maksud dari tulisan ini adalah apabila terjadi suatu pertengkaran itu adalah baik untuk dihadapi bersama agar terjadi penyaringan suatu hal menuju kebaikan dan dapat diselesaikan ditemukan jalan keluarnya sehingga menambah suatu pemahaman dan juga pembelajaran hidup agar lebih baik.

Manusia yang dapat mengatasi dan menghadapi pertengkaran akan cenderung menjadi lebih sabar dan lebih mampu menghadapi kondisi sulit dalam keadaan yang tenang. Namun diharapkan terjadinya pertengkaran menghasilkan kedewasaan dalam bersikap sehingga ketika terjadi suatu perselisihan ataupun pertengkaran tidak menimbulkan kebencian, amarah dan dendam.

Bertengkar adalah bagian dari berbagi pendapat yang lebih serius untuk mencapai suatu tujuan dengan perbedaan ide. Di dalam pertengkaran terjadi suatu sikap ego yang muncul lebih tajam. Ada perkataan 'Besi menajamkan besi', demikian pula seorang menajamkan yang lain agar terjadi penyesuaian yang lebih baik dan jalan yang lebih terarah bersama. Pada akhirnya pertengkaran menghasilkan manusia yang berpengalaman dan luwes serta menjadikan manusia itu lebih berhikmat dan bijaksana dalam mengatasi persoalan hidup hari demi hari. Bagaimana kata Anda..