Senin, 11 Juni 2012

TOLERANSI YANG CEMBURU

Bhineka Tunggal Ika melambangkan keberagaman dari kemajemukan suku dan budaya di Indonesia. Namun bukan hanya budaya tetapi juga beragam agama, mulai dari Hindu, Budha, Islam, Konghucu, dan Kristen, mungkin di tambah dengan kepercayaan-kepercayaan lain. Semua ini mengacu kepada pemikiran tentang berbagai cara manusia untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya dan dogma yang diajarkan. Para bapa Indonesia dulu mengolah dengan sangat tepat untuk memikirkan hal ini agar meskipun terdapat perbedaan namun Indonesia adalah satu di dalam satu wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dengan semangat kebersamaan seluruh rakyat berlomba membangun daerahnya dan membangun manusianya. Mendapatkan pendidikan yang tinggi hingga ke luar negeri untuk mampu bersaing terhadap negara-negara luar Indonesia. Terbukti bahwa masyarakat Indonesia ternyata adalah orang-orang yang cerdas dan tangguh dan semakin diakui oleh negara-negara lain.

Manusia Indonesia semakin mengerti dan semakin belajar berupaya untuk memahami doktrin dan dogmatika untuk lebih baik dan lebih tepat. Manusia Indonesia semakin exclusive dalam memperimbangkan sesuatu yang sangat mencolok, yaitu : agama.

Masyarakat Indonesia kini mulai memilah-milah kelompok minoritas dan mayoritas yang dulu oleh bapa-bapa Indonesia tidak pernah mengagendakan demikian. Semakin masyarakat Indonesia pintar menelaah sesuatu semakin memperuncing golongan sehingga pandangan terhadap Bhineka Tunggal Ika semakin kabur.

Semakin dibingungkan oleh adanya kalimat golongan minoritas dan golongan mayoritas, siapa yang minoritas siapa yang mayoritas? Sepertinya kepintaran semakin membodohkan yang akhirnya menjadi pintar-pintar bodoh. Bagaimana ini bisa terjadi di negeri ragam budaya dan masyarakat timur yang berakhlak tinggi?

Namun aneh sekali, kaum yang disebut minoritas tadi mempunyai suatu kegigihan, ketabahan dan kesabaran yang luar biasa. Pengajaran yang mereka anut adalah bahwa gedung ibadah adalah sekedar gedung yang tidak dapat membasmi arti dari sebenarnya yang adalah tubuhnya, dirinya sendiri sebagai manusia yang hidup yang tidak dapat dirubuhkan oleh manusia lainnya. Sikap mengampuni dan berdiam diri masih menyelimuti masyarakat minoritas karena dogma mereka yang kuat berlandaskan kasih.

Alangkah naifnya kita, apabila sekerat usia jagung ini dihabiskan untuk sesuatu yang tidak berguna dan sama sekali tidak bermanfaat. Berapakah usia manusia, 70-80 tahun? Seandainya usia 70-8- tahun menjadi patokan manusia, berapa tahun lagi sisa dari usia Anda? Banyak hal membangun yang dapat kita lakukan di bumi pertiwi ini dengan tidak merusaknya atau menambah tangisan anak bangsa. Pembangunan belum selesai, perjuangan masih terus berlanjut. Bhineka Tunggal Ika seharusnya membuat Bumi Indonesia semakin indah dan bersatu. Budaya yang satu membantu budaya yang lain, suku yang satu membantu suku yang lain, begitu pula agama yang satu membantu agama yang lain, paling tidak turut memelihara toleransi umat.

Seharusnya kata 'toleransi' diartikan sebagai 'turut serta, bersama, berdampingan' sehingga dengan demikian terjadi keselarasan, kedamaian dan kebanggaan, terjalinnya persahabatan yang lebih indah dan saling menghargai. Toleransi tidak pernah cemburu, namun kata toleransi di Indonesia telah menjadi salah kaprah dan salah asuh. Yang demikian sebaiknya tidak perlu terjadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar