Senin, 16 Januari 2012

YANG UJUNGNYA LURUS

Sontak saya mengingat lukisan saya tentang Nabi Musa yang membelah Laut Tebereau di atas kanvas ukuran 1.50 x 90 cm, di lukis dengan cat minyak (Lukisan itu sekarang berada di kediaman Pdt. Miasi Sembiring Meliala, Taman Mini, Jakarta). Lukisan air yang bergelora itu belum menampakkan ujungnya bahkan belum memperlihatkan jalan setapak yang lurus dan mulus. Air masih berkobaran, tangan Musa yang satu terangkat ke langit satunya menunjuk laut dengan wajah memperlihatkan hati yang teguh dan siap. Lukisan yang diwarnai gelap menuju pagi dengan percikan air laut yang tinggi, namun nun, di ujung sana ada kilatan cahaya pagi menanti dan bayangan suatu pulau kecil, samar, hampir tidak terlihat namun ada terletak.


Saya tidak ingin menceritakan proses pembuatannya yang saat ini yakin tak mampu lagi melakukannya. Masa-masa menjadi pelukis seakan-akan berganti seperti pergantian periode. Yang ingin saya ceritakan bahkan bukanlah lukisan itu. Itu hanya 'preambule', sekapur sirih yang tidak penting dari suatu artikel pendek.


Ada tertulis sebagai berikut: Ada jalan yang di sangka lurus namun ujungnya menuju maut. Kehidupan. Memikirkan kehidupan tidak akan ada habisnya. Ketika berjalan ke pasar tadi pagi saya berkata dalam hati, "saya tidak akan dapat tumbuh tanpaMu". Saya berpikir, apabila saya adalah tumbuhan, pencipta saya bukan hanya Dia yang memberi saya air sehingga saya dapat bertumbuh, atau matahari sehingga saya dapat memproses makanan. Namun Ia juga yang menciptakan tanah, udara, bebatuan, nutrisi tanah, zat dalam air, akar, ruas-ruas akar, lapisan akar, lapisan batang, kulit, daun, getah, bekerjanya membawa makanan hingga ke pucuk, bunga, biji, bertumbuh, tinggi dan lain-lain, hingga tidak ada sebagian titikpun yang bukan pengaruh dari Pencipta saya yang tumbuhan ini.


Saya sangat terpengaruh dengan kata-kata bijak, hikmat dan bebal. Bijak dan hikmat adalah sikap yang beriringan bergandengan dan tidak dapat dipisahkan. Namun bebal adalah lawan kata dari kedua kata ini. Apakah bebal itu sebenarnya? Bebal adalah bentuk kata sifat. Dalam kamus Bahasa Indonesia arti bebal adalah: sukar mengerti, tidak cepat menanggapi sesuatu, tidak tajam pikiran dan bodoh. Di dalam Alkitab, kata bebal ditujukan kepada orang yang tidak memakai akal budi, mengulangi kebodohan, membenci pengetahuan, menyeru-nyerukan kebodohan, menista Tuhan, tidak berpengalaman dan tanpa iman. Bahkan dalam Alkitab berbahasa Perancis dipergunakan kata 'insense' yang berarti gila.


Seperti memakan potongan buah yang berbeda dalam satu piring. Beginilah tulisan ini di buat. Di awali dengan lukisan, tumbuhan dan bebal. Potongan buah ini akan saya jadikan salad agar dapat dinikmati.


Seperti lukisan tadi, begitulah hidup di mana kita harus berjalan ke satu masa yang tidak dapat dilihat di depan namun mempunyai keyakinan akan tujuan. Namun seperti air laut yang bergelora dan tidak langsung menunjukkan suatu jalan yang terbuka, itulah proses hidup. Proses hidup itu sesungguhnya bergelora, dipanjatkan dengan doa-doa yang tiada henti, harapan yang tiada berkesudahan. Apakah dengan menaikkan tangan Musa telah melihat suatu jalan? Apakah Musa tiada gentar ketika menunggu riak air menjadi bendungan? Terang yang terbersit di ujung pulau menanti. Bagaimana kita dapat sampai ke sana? Ketika umat akhirnya melalui Laut Teberau yang sudah terbelah itu, apakah mereka dapat berlari-lari ataukah sangat berhati-hati karena dasar laut yang ternyata, berpalung berbatu-batu? Bukankah mereka membawa serta juga anak-anak dan binatang-binatang dalam rombongan itu?


Hari ini di awali dengan pagi kala membuka mata dan melihat kita masih ada. Pada hari itu pula pagi memberi pilihan, bijak dan hikmat atau bebal. Kehidupan bebal adalah kehidupan yang sangat gampang, bahkan tidak memerlukan suatu pemikiran. Namun tanpa disadari ini adalah sikap dan perilaku yang di anut oleh banyak orang. Hikmat dan bijak berjaga-jaga di hati dan pikiran, namun bebal bagaikan pintu yang tiada mempunyai engsel. Hari yang dilewati mulus dan tanpa suatu kejadian yang berarti, namun apakah itu kehidupan yang lurus apabila kita tidak mengisinya dengan bertanggung jawab? Tidak ada orang memilih bebal. Namun itu akan terjadi apabila kita tidak menyadari bahwa Dia tidak hanya memberi pagi, siang dan malam, tidak hanya memberi makanan namun secara keseluruhan dari hidup lahir hingga mati. Tiada setitikpun dalam kehidupan manusia terlepas dari pengamatan Sang Pencipta. Waktu, masa yang dilewati dalam hembusan napas, hitungan detik dan degupan jantung bukanlah karya yang main-main dari Tuhan Allah.


Dalam lukisan itu, Nabi Musa berdiri di atas tebing yang lebih tinggi dari permukaan laut. Dengan demikian Musa dapat lebih mampu berdiri tegak dan bersiap mendapatkan guncangan, angin dan getaran yang mungkin terjadi pada saat itu. Begitu pula kita, iman adalah tebing yang tinggi di mana kaki kita berpijak sehingga dengan wajah siap dan hati yang teguh, tangan kita teracung memanjat doa dan harapan kita menuju terang di sana, ya, di sana di seberang, di mana kita masih harus kuat berjalan mengarungi palung dan bebatuan. Tidak mudah memang, namun teruslah berjuang.



Tawan, 16 Januari 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar